Sabtu, 21 Mei 2011

DAFTAR KONTROVERSI LEMBAGA TINGGI NEGARA SETELAH TERJADINYA PERUBAHAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG


Sebelum membaca atau melkukan aktipitas tanamkan budaya membaca kalimat
          ﺒِﺴْﻡﭐﷲِﭐﻠﺭﱠﺤْﻤﹶٰﻥﭐﻠﺭﱠﺣِﻴﻡِ


BAB I
PENDAHULUAN
DAFTAR KONTROVERSI LEMBAGA TINGGI NEGARA SETELAH TERJADINYA PERUBAHAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG

A.    Latar Belakang
Dengan amendemen Undang-Undang Dasar 1945, telah terjadi pergeseran dalam kekuasaan pembentukan Undang-Undang. Sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen, kekuasaan pembentukan Undang-Undang titik beratnya berada di tangan Presiden (ekskutif) tetapi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan pembentukan Undang-Undang bergeser ke Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka kekuasaan pembentukan undang-undang sekarang ada pada DPR, sedangkan Presiden bukan lagi pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang, tetapi hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, dalam pembentukan undang-undang tidak berarti DPR  bisa jalan sendiri tanpa melibatkan Presiden (pemerintah).
Dengan bergesernya kekuasaan pembentuk undang-undang ke DPR, maka langkah utama harus dilakukan adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai dan memahami peraturan perundang-undangan. Untuk memahami teknik penyusunan peraturan perundang-undang memang tidak terlalu sulit, karena ada pedoman yang bisa dipelajari, yang dituangkan dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang (P3). Pada tanggal 24 Mei 2004 DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi Undang-Undang.



B.     Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah tulis ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut: Beberapa hasil amandemen yang kontroversial, MPR-RI, GBHN, MPR dan DPR-RI, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Konstitusi (MK), Keududukan Partai Politik (Parpol), Mahkamah Agung (MA), departemen Hukum dan HAM, Organisasi Pertahanan Negara, Sistem Presidentil dan masalah yang dibahas dalam makalah tulis ini untuk lebih teraih dan tidak terlalu jauh maka penulis membatasi masalah hanya pada hasil amandemen yang kontroversial.

BAB II
PEMBAHASAN
BEBERAPA HASIL AMANDEMEN YANG KONTROVERSIAL

Di bawah ini disajikan beberapa contoh kongkrit hasil amandeman yang menimbulkan ketidakpastian dalam penyelenggaraan negara dan perubahan yang mendasar menganai sistem ketatanegaraan yang kontroversial, dilihat dari segi filosofi, ideologi, prinsip, fungsi dan struktur, antara lain sebagai berikut:
1.      MPR-RI
Amandemen telah merubah status MPR-RI sebagai Lembaga Negara Tinggi, di “down grade” menjadi Lembaga Tinggi Negara dan sekaligus diberi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada tahun 2004 ketika hasil pemilihan umu Presiden langsung timbul masalah apakah MPR masih berwenang melantik presiden sedangkan presiden dipilih langsung oleh rakyat dan MPR bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara.  Yang ironisnya ketika ada pelentikan presiden hasil pemilihan langsung, para mantan presiden dan wakil presiden tidak ada yang hadir.
Sekarangpun fungsi MPR lebih bersifat sebagai lembaga dekoratif demokrasi yang tidak efektif, karena tidak memiliki status dan kewenangan yang jelas. Ada pihak yang ingin menyatukan pimpinan MPR dengan DPR, dan belakangan malah timbul kembali keinginan MPR untuk diperluas kewenangannya dari kondisi sekarang ini.
Perubahan struktur secara sadar harus kita waspadai sebagai tindakan yang telah secara prinsip mengubah sistem demokrasi perwakilan yang ada pada pembentukan UUD 1945 menjadi sistem pemilihan atau demokrasi langsung. Sebuah contoh soal betapa amburadulnya dasar penyelenggaraan negara sebagai akibat amandemen.
2.      GBHN
Dengan amandemen tahun 2002, GBHN telah dihapus. Dengan demikian NKRI sebagai suatu negara yang besar tidak memiliki Road Map dalam Pembangunan Negara. Sebelum ada undang-undang yang mengatur masalah pembangungn ini, presiden terpilih memiliki kewenangan untuk menetapkan masa depan Indonesia. Setidak-tidaknya 5 (lima) tahun kedepan sejak presiden terpilih. Dan kalau presiden berganti pada lima tahun berikutnya, terserah kepada presiden yang menggantikannya.
Sekarang memang sudah disiapkan RUU tentang RAPJM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional), tapi wadahnya adalah sebuah undang-undang biasa. Secara teknis perundang-undangan RPJMP dituangkan dalam undang-undang biasa, sangat mudah diubah, apalagi kalau presiden terpilih didukung mayoritas legislatif.
NKRI adalah salah satu negara kepulauan yang tersebar di dunia dengan jumlah penduduk tersebar nomor 4 (empat) di dunia yang harus dijamin masa depannya dengan adanya sejumlah Road Map pembangunan, bukan dijamin dengan ketidakpastian.
3.      MPR dan DPR-RI
Oleh hasil amandemen, disamping lembaga legislatif yang disebut DPR-RI, telah diciptakan lembaga baru yaitu Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) yang merupakan “saudara kembar” dari Dewan Perwakilan Rakyat. Tetapi masih tidak jelas status atau tugasnya begitu juga fungsinya, apakah dalam penyusunan undang-undang setara dengan DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara atau bagian dari DPR-RI. Kelahiran institusi baru ini dapat diklasifikasikan sebagai mengubah kewenangan pembentukan undang-undang yang sebelumnya ada pada satu lembaga. Kondisi tersebut dapat diindikasikan menciptakan “Pseudo Bikameral”.
4.      Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Amandemen UU 1945 juga telah menghapus Lembaga Tinggi Negara yang disebut Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Suatu lembaga negara yang lahir dari konsep yang berdasarkan atas prinsip kekeluargaan atau semangat gotong royong dalam penyelenggaraan negara, yang berfungsi sebagai “Advisory Council”, telah dipakai sebagai alasan untuk menghapus sebuah struktur kenegaraan yang secara konstitusional dan filospfis memang diperlukan sejak mendirikan NKRI.
Kenyataan sekarang Persiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai kebutuhan tersebut, karena tidak ada DPA maka presiden mendirikan Tim Penasehat Presiden melalui Keputusan Presiden.
5.      Mahkamah Konstitusi (MK)
Oleh amandemen juga telah dilahirkan sebuah institusi yang tidak jelas akar politis kewenangannya yaitu Mahkamah Konstitusi. Mahkamah ini dalam prakteknya sekarang merupakan lembag yan sangat berkuasa, oleh karena memiliki kewenangan untuk menilai apakah sebuah undang-undang sah atau tidak, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945 (yang telah diamandemen).
Mahkamah Konstitusi bukanlah sebuah lembag politik yang lahir berdasarkan atas konsep dan proses demokrasi yang bersumber langsung kepada kewenangan rakyat atau kedaulatan dan proses demokrasi yang bersumber langsung kepada kewenangan rakyak atau kedaulatan rakyat sebagaimana MPR-RI dan DPR-RI. Tetapi diciptakan sebagai hasil amandemen yang sebagian anggotanya melalaui Fit and Proper Test oleh DPR-RI. Sedangkan undang-undang merupakan produk hukum hasil keputusan politis bersama anggota DPR-RI dengan pemerintah (Persidium). Dalam hal ini presiden memiliki landasan politis yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat dan DPR adalah lembaga politik yang mewakili kedaulatan rakyat.
Lembaga yang tidak mempunyai kewenangan langsung dari rakyat, sumber dan dasar politis yang lemah pembentukannya ini,  dapat menetapkan keputusan-keputusan yang bersifat kosntitusional. Mengalahkan tidak hanya produk lembaga politik yang dipilih langsung oleh rakayat tetapi pejabat yang langsung dipilih oleh rakyat (persiden dan wakil persiden).
Yang lebih membahayakan adalah bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi itu bersifat final, tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh untuk melakukan koreksi atas putusan Mahkamah Konstitusi. Sedangkan presiden adalah jabatan politik hasil pemilihan umum langsung oleh rakyat. Hasil amandemen ini menunjukkan bahwa Mahkamah Kosntitusi merupakan satu institusi yang “powerful” tanpa ada pihak yang berwenang mengawasinya.

6.      Kedudukan Partai Politik (Parpol)
Adanya amendemen yang telah merombak struktur ketatanegaraan (pseudo bikameral) DPR-RI) dan bersifat kontroversi tersebut, membuka peluang kepda Parpol untuk memberikan interprestasi subjektif mengenai parpol di dalam lembaga legislatif. Partai politik ada yang beranggapan bahwa Amendemen telah mengubah secara diam-diam. Sistem pemerintah yang presidential menjadi “Semi Parlementer”. Dan karena itu merasa tidak mempunyai pengangan untuk bisa menyatakan dirinya dan fungsional di dalam DPR.
Berdasarkan anggapan tersebut, ada politik yang setelah amendemen tiba-tiba menyatakan menjadi partai pemerintah dan yang lain menjadi partai opersional. Padahal di  dalam sistem yang kita miliki yaitu sistem presidensial berdasarkan UUD 1945 yang asli jels bukan sistem parlementer, dan tidak mengenal penyelenggaran negera kita anut, fungsi pengawasan terhadap ekskutif menjadi kewajiban bersama DPR secara keseluruhan, baik yang memahami diri partai oposisi maupun yang menanamkan diri partai pemerintah, melalui fraksi-fraksi. Karena itu nama Badan Legeslatif kita bukan parlemen, tetapi Dewan Perwakilan rakyat, juga bukan dewan perwakilan partai.
Fraksi-fraksi yang ada di DPR RI secara keseluruhan dan bersama-sama mewakili rakyat menjalankan 3 (tiga) fungsi :
1.         Fungsi legislatif
2.         Fungsi anggaran
3.         Fungsi pengawasan
7. Mahkamah agung ( MA )
Contoh lain adalah kedudukan lembaga negara tinggi, mahkamah agung lembaga MA dari hasil amandemen ditepatkan pada titik kemandirian yang supra dan memiliki kebebasan, tetapi diartikan secara salah. Yang dimaksud kebebasan peradilan, baik lagi Hakim, hakim tinggi dan hakim agung pada Mahkamah Agung, adalah bukan kebebasan mengenai lembaga peradilannya (PN, PT dan MA), baik yang terendah, menengah, tinggi sampai yang teratas, tetapi kebebasan para Hakim.
Kebebasan peradilan yang dimaksud adalah kebebasan para hakim pada saat hendak meutuskan suatu perkara, yang secara umum disebutkan mengambil keputusan –keputusan yustisial. Bukan juga mengenai status kepegawaian pejabat dan institusinya yang memiliki kebabasan, sebab lembaga peradilan adalah Lembaga Negara di bidang Yudikatif yang dibawha naungan NKRI berdasarakn UUD 1945.
Karena posisi amandemen yang tidak jelas, MA yang merasa dirinya sebagai super Body itu menjadi “untouchable:. Ini buktikan ketiak ada tuduhan terhadap ketua MA melakukan korupsi, malah masa pensiunnya diperpanjang sendiri oleh Ketua MA dengan membuat interprstsi subjektif terhadap undang-undang Mahkahah Agung. Begitu juga sat ini ketika wakil ketua MA pensiun jabatan Wakil Ketua dirangkap oleh MA. Dewasa ini MA merupakan sebuah institusi yang tidak memiliki lembaga lain yang mengntrol, sebuah super body dan untouchable” dalam negera kita yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Ini juga sebuah contoh hasil amandemen terhadap UUD 1945.
8. Departemen hukum dan HAM
Perubahan nama departemen kehakiman menjadi departemen hukum dan HAM bertentangan dengan banyi UUD 1945, sebab dalam UUD 1945 disebutkan adanya “kekuasaan kehakiman” yang dielaborasi yang dalam bahasa inggris disebut departemen of justice, menjadi departemen of law and human right, menimbulkan masalah bila ada sengketa hukum internasional yang memerlukan legal opinion. Yang diakuai dunia adalah legal oponion dari minister of justice,  bukan dari minster of law and human right.
9. Organisasi pertahanan negara
Satu contoh lain, undang-undang yang tidak sesuai dengan prinsip  dasar UUD 1945 adlaha undang-undang tentang pertahanan negara. Dalam konstitusi disebutkan bahwa presiden, adalah pemegang kekusaan tertinggi atas AD (angkatan darat), AU (Angkatan udara), AL (angkatan Laut). Tetapi dalam udang-udang ini, TNI ditetapkan berada di bawah menteri pertahanan, sedangkan menteri pertahanan adalah pembantu presiden. Sebuah deviasi terhadap UUD. Sebaiknya polisi ditempatkan lansung dibawah presiden. Sedangkan dalam UUD 1945 yang asli tidak ada satu katapun yang menyebutkan instasi polisi, yang ada secara jelas adalah kekuasaan kehakiman.
10. sistem presidensial
Hasil amandemen terhadap sistem presidensial juga dalam praktek menimbulkan konstoversi. Dalam sistem predensial adalah kepala negera (head of the state) kepala pemerintah (Chief of the exuitive power) dan pemimpin angkatan parang atau pemegang kekusasan tertinggi ats angkatan darat (AD), angkatan Laut (AL) dan angkatan udara (AU).
Dalam sistem presidensila kewenangan presiden sebagai kepala negaramemang harus diperjelas yaitu :
10. sistem presidensial
a.       Bahwa kekuasaan presiden untuk mengangkat panglima TNI seharusnya tidak bisa dicampuri oleh DRP karena presiden Per konstitusi memang ditetapkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU.
b.      Kekuasaan presiden untuk mengkat duta besar  dan konsul juga tidak tidak perlu dicampuri oleh DPR karena pejabat tersebut adalah wakil negara. Apabila kekuasaan presiden untuk menerima duta besar dan konsul dari negara lain tidak bisa dicampuri DPR karena pejabat tersebut mewakili negaranya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus ada peka zaman, artinya aturan yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di syahkan menjadi undang-undang sebelumnya harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma-norma adat atau melanggar hak-hak asasi manusia. Salah satu bukti bahwa undang-undang yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zamannya adalah undang-undang dasar 1945. Dengan mengalami empat kali perubahan yang masing-masing tujuannya tidak lain hanya untuk bisa sesuai dengan kehendak rakat dan bangsa kita, dalam arti bisa mewakili aspirasi rakyatk yang disesuaikan zamannya. Dimana dalam amandemen yang ke 4 rakyat memang kekusaan yang paling tinggi, sangat berada dengan yang salah satu tugasnya adalah dalam memiliki presiden dan wakil presiden, karena dianggap sebagai bentuk pemerintah yang korup, syarat dengan aroma KKN yang membentuk kekusaan tidak terbatas terhadap presidennya. Kita tahu bahwa dalam masa mengalami pemilihan umum sebanyak tidak kurang dari 6 kali pemilu. Oleh karena itu para mahasiswa kita dan para aktifis lainnya mengadakan reformasi yang berimbas juga pada reformasi di dalam isi undang-undang dasar 1945.
B.     Saran
Dalam makalah ini penulisan berkeinginan memberikan saran kepda pembfa dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bentuk mapun isinya.
Penulis menyadari kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejahh mana pembaca mempelajari tentang hasil Amendemen konversi
Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.







DAFTAR ISI

Halaman depan................................................................................................. i
Daftar isi.......................................................................................................... ii
BAB I. Pendahuluan........................................................................................ 1
A.Latar belakang.................................................................................. 1
B.Rumusan masalah............................................................................. 2
BAB II. Pembahasan....................................................................................... 3
A.Beberapa Hasil Amandemen Yang Konroversial............................ 3
BAB III. Penutup............................................................................................ 9
A.Kesimpulan...................................................................................... 9
B.Saran-saran....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10


ii
 
 

Tidak ada komentar: